Selamat Datang

Selamat datang ....... di WILAYAH COOPERATION LINE ....... “Art Partner” : ....... Komunitas Apresiasi Studi Seni Budaya Sosial & Sastra – Cooperation Line of Art Partner ....... (KASSBSS – CLoAP).

Art Partner

Komunitas Apresiasi Studi Seni Budaya Sosial dan Sasrta
Cooperation line of Art Partner
KASSBSS - CLoAP

SALAM SENI

KASSBSS - Cloap adalah penghubung dari semua Seni, Sastra, Sosial, Budaya, IPTEK dll.
Bagi anda yang ingin berpartisipasi silakan kirimkan tulisan ataupun yang lainnya, biodata beserta photo ke email :

artpartner.kassbss.cloap@gmail.com

ART PARTNER

Sabtu, 11 April 2009

Edisi Lingkungan Hidup - Puisi dari Imraatul Zannah


PERAWANKU TELAH PERGI

Cinta, belajarlah untuk mencinta. Jika hari ini burung-burung enggan beterbangan, dan hutan-hutan tak lagi memperdulikan rimbunnya dedaunan, engkau yang mengurai air mataku diantara hitamnya batu-batu, menakar aroma nafasmu di cawan-cawan peradaban

Tapi perawanku telah pergi, menyisakan debu-debu yang luruh dalam banjir air mata anak cucu kita, lahan-lahan kosong, gersang, dan terbuang, memformulasikn bahasanya untuk meratapi keangkuhan gedung-gedung yang menggerayangi wajahnya yang semakin tak berdaya
“Bakarlah indahnya dedaunan dan kicau riang populasi hewan-hewan!” teriakmu

(kita senantiasa dikeramas roh pohon-pohon ketika mesin air matanya mengantarkan sesaji ke meja-meja purba yang memetakan nafas kekuasan di laci-lacinya)

(Kandangan, 11 Desember 2008)

# Puisi dari drap antologi Lingkungan Kalsel

Imraatul Zannah, dengan nama pena Annisa (Kandangan, Kabupten HST, 2 Mei 1982). Dari Madrasah Aliyah Darul Ulum Kandangan, melanjutkan ke PONPES Darussalam Martapura. Buku kumpulan sajak tunggalnya adalah Epilog Hari Ini (2002), dan Jika Cinta Telah Menyapa (2004). Sajaknya yang terhimpun dalam antologi bersama antara lain Potret Tiga Warna (2002), Narasi Matahari (2002), Notasi Kota 24 Jam (2003),Bulan Ditelan Kutu (2004), Bumi Menggerutu (2005), Seribu Sungai Paris Barantai (2006), Kau Tidak Akan Pernah Tahu Rahasia Sedih Tak Bersebab (2006), Kugadaikan Luka. (2007). Kini dia sudah kembali kekampung halamannya di Kandangan.

Edisi Lingkungan Hidup - Puisi dari Diah Hadaning


Fragmen Tanpa Ornamen

hari ini kuwakili
berjuta anak cucu sisa peradaban
dari bumi ijo royo yang abadi dalam gunungan
gemah ripah loh jinawi indah dalam suluk dalang

hari ini kuwakili
kenyataan tak terbilang
hitam kelabu mulai hapus warna hijau
instalasi baru derita para kawula
limbah tak lagi milik sungai
tapi di lidah para pemikir baru
yang ngungsi tidur saat harusnya terharu
menyimak tangis korban ketidak adilan
rembang pagi kuketuk pintu purimu
wahai putera sang waktu
dengar, dengarlah suara jiwa
anak cucu Ki Suto Kluthuk
windu-windu hidup tersaruk

hari ini kubersaksi
diantara langkah-langkah dan sabarmu
adalah para Durna dan Sengkuni
yang muncul salah jaman

(DiHa-Cimanggis, Juli 2005)

# Dimuat dalam buku antologi puisi Bumi Ini Adalah Kita Jua, halaman 25, diterbitkan oleh Pusat Dokumentasi Sastra H.B.Jassin, tahun 2005


Diah Hadaning (DiHa), lahir di Jepara, Mei 1940. Lulusan Sekolah Pekerja Sosial Semarang tahun 1960, menekuni penulisan sajak sejak tahun 1970-an hingga sekarang.
Tahun 1980 menerima penghargaan dari Gabungan Penulis Nasional (GAPENA) Malaysia, tahun 1994 penghargaan puisi tema hutan EBONI Jakarta, tahun 2003 penghargaan dari Pusat Pengkajian Kebudayaan Jawa di Surakarta.
Karya-karyanya di muat diberbagai media cetak pusat dan daerah, sebagian besar telah dibukukan, tampil tunggal maupun antologi. Selain pusi juga menulis cerpen, novel, terjemahan dongeng anak-anak dunia, naskah lakon (drama bahasa daerah).
Mottonya : Dengan puisi aku berarti, dengan pusi aku bersaksi.

Edisi Lingkungan Hidup - Puisi dari ARAska


BANJAR BANJIR INDONESIA BANJIR

banjar banjir banjir banjar banjar banjir
indonesia banjir indonesia banjir
tiaphari kudengar berita banjir
di koran banjir di radio banjir di televisi banjir
rumah-rumah berenang dalam air banjir
duka hati banjir

banjar banjir banjir banjar banjar banjir
banjar banjar banjar banjar banjar
banjir banjir banjir banjir banjir
malam ini hujan tak mau berhenti banjir
lantai rumahku sudah mandi air banjir
apakah atapnya akan menyelam banjir

banjar banjir banjir banjar banjar banjir
banjar banjar banjar banjar banjar
banjir banjir banjir banjir banjir
siapakah yang akan kusalahkan atas banjir
yang akan kukutuk dipersalahkan untuk banjir

banjar banjir banjir banjar banjar banjir
banjar banjar banjar banjar banjar
banjir banjir banjir banjir banjir
sungaiku di banjar telah mengecil jadi trotoar kini banjir
sungaiku di banjar di makan rumah dan bangunan maka banjir
sungaiku di banjar penuh sampah jadilah banjir

banjar banjir banjir banjar banjar banjir
banjar banjar banjar banjar banjar
banjir banjir banjir banjir banjir
mereka rusak hutanku pelindung banjir
mereka tebang pohonku serapan banjir
mereka gali gunungku jadi lubang banjir
banjar banjir banjir banjar banjar banjir
banjar banjar banjar banjar banjar
banjir banjir banjir banjir banjir
ladangku jadi kolam banjir
padiku tenggelam banjir
panenku di telan banjir

banjar banjir banjir banjar banjar banjir
banjar banjar banjar banjar banjar
banjir banjir banjir banjir banjir
siapakah yang akan kusalahkan atas banjir
yang akan kukutuk dipersalahkan untuk banjir
cuaca rusak tiada menentu bila hujan jadi banjir
cuaca rusak tiada menentu bila panas jadi kemarau banjir
cuaca rusak tiada menentu rumah kaca membanjir
cuaca rusak tiada menentu polosi udara membanjir

banjar banjir banjir banjar banjar banjir
banjar banjar banjar banjar banjar
banjir banjir banjir banjir banjir
siapakah yang akan kusalahkan atas banjir
terkutuklah para penyebab banjir
banjir banjir banjir banjir banjir
jirban jirban jirban jirban jirban
ban ban ban ban ban
jir jir jir jir jir
ir ir ir ir ir
air air air air air
air mataku banjir
air mata kami banjir
banjar banjir
indonesia banjir

(ARAska - Bjm-Kalsel)

Cerpen dari A. Setia Budhy

Gadis Dayak

Minggu yang cerah, aku berangkat ke Balai-balai, tempat di mana penari Balian selalu berkumpul sebelum upacara adat dimulai. Kalau engkau melakukan perjalanan kepegunungan Meratus, kata Tiana sahabatku, maka berhentilah di Balai-balai yang letaknya tak jauh dari rumah ketua adat Desa Mangkiling. Dan jikalau engkau merasa terpanggil untuk melakukan sesuatu, katakanlah menjadi seorang wisatawan, maka bolehlah engkau mengenal salah satu dari gadis Dayak yang pandai menari Balian itu. Dan, engkau akan merasakan sendiri betapa kehidupan Suku Dayak itu sungguh eksotik, menyenangkan, dan tenteram.

Aku mengenang tahun 2002 yang indah. Tiana, lengkapnya Gustiana, adalah sahabat yang mempunyai penialaian yang amat tinggi terhadap budaya dan tradisi orang-orang meratus. Tiana senang menjelaskan kepada siapa saja yang berkunjung ke Balai-balai. Apalagi, kalau kunjungan itu tepat pada sebuah upacara adat panen padi, upara pemberian berkat pada leluhur, kelhiran anak, atau upacara perkawinan. Semua gadis Dayak akan keluar rumah, dan tentu saja mereka akan menari di Balai-balai.

Aku suka Meratus dalam setiap musim apa saja. Di pegunungan Meratus, kau tidak dapat membedakan antara musim hujan atau musim kemarau. Kedua musim itu sama saja. Alam terbiasa tenang, hutan kelam, dan kicau burung-burung beterbangan. Sungai mengalir dari selasela pohon dan terjun dari bukit ke danau. Pada musim hujan, kupu-kupu biasanya muncul dari balik semak belukar dan anggrek tropika bergelantungan pada pohon maranti. Jalak batu bersiul melengking sementara enggang dengan bangga mengepakkan sayapnya, berwibawa. Musim hujan memberikan kepuasan pada batin yang kerontang ketika mendengar suara air bening yang berjatuhan di sela daun-daun. Alam Meratus begitu sempurna melukiskan beragam warnanya.

Apabila aku berdiri memandang dari bukit Mangkiling, pada ketinggian yang cukup untuk melihat lembahnya, lalu pandang lurus ke depan menatap langit yang memberi atap pada Meratus, sesungguhnya aku telah berada di sebuah rumah panggung besar yang indah, suatu kawasan yang akan segera menghilangkan bau pesing kota-kota kotor berlumpur debu. Lembah yang hijau dan hutan yang kemilau memancarkan penciptaan yang maha sempurna. Aku percaya mengapa Tiana lebih menyukai tinggal di Meratus dan berhenti menjadi pengajar biologi di Universitas. Aku telah memahami mengapa engkau lebih suka mengembara di hutan Meratus dan memutuskan untuk pension sebagai pengajar biota hutan di universitas terkemuka.

Meratus adalah suatu kawasan pegunungan di kaki Gunung Schwaner yang melintang pad empat kawasan di Pulau borneo. Jarak Meratus sangat panjang dari barat ketimur dan dari selatan ke utara, seluruhnya menjangkau semua kawasan di pulau Borneo. Tiana mengatakan, cobalah sekali waktu meneruskan perjalanan dari Meratus ke kawasan Muller sebelum akhirnya berhenti di Sabah Kini Balu. Meratus benar-benar sebuah impian yang paling indah ketika engkau pada ahirnya menemukan realitas bahwa kota-kota semakin bobrok bila dibandingkannya.

Aku tak ingin engkau percaya begitu saja dengan meratus seperti halnya dongeng hutan lebat Amazon dengan Anaconda yang ganas. Tetapi, kalau engkau suatu ketika datang ke sana, kau akan merasakan semua kehangatannya. Kau akan bicara dengan gadis-gadis Dayak dan mereka dengan senang hati mengajari tari Balian semalam suntuk di Balai-balai. Atau, kalau engkau datang ke Meratus, gadis Dayak akan menganggap engkau adalah tamu yang perlu untuk dilayani dengan sepenuh hati, mereka hormat dengan kesantunan dan kepolosan. Aku tak ingin kau tak percaya, bahwa para tamu yang datang ke Meratus merupakan bagian dari rumpun keluarga, itu sebabnya kau tak perlu khawatir apakah akan kehabisan bekal selama tinggal di Meratus. Engkau akan menikmati buah-buah dari hutan tropic yang lebat. Dan tubuhmu akan segera menjadi kuat kalau terbiasa meminum air akar pohon pasak bumi yang meningkatkan stamina. Tak perlu berpikir soal tablet da suplemen vitamin. Sebab, hutan tropika Meratus menyimpan berjuta-juta suplemen.

***

Sekarang, aku telah berada di Meratus bersama Tiana. Aku menykai sahabatku yang satu ini disebabkan keberaniannya berhenti sebagai pegawai pemerintah. Berhenti mengajar adalah sebuah impian dari apa yang sering kali dia sebut sebagai keruwetan universitas yang tidak membebaskan, benang kusut akademik yang tidak memberi ruang untuk berkreasi, suasana universitas yang telah menjadi birokrasi. Setiap kali upacara dies natalis maka bisa saja merupakan awal dari malapetaka bagi masa depan manusia. Aku suka Tiana, disebabkan keputusannya yang melopat jauh kedepan untuk segera mengakhiri masa-masa sulit di unvesitas yang jelas merantai kaki dan tangan, memenjarakan pikiran, dan menenggelamkan hati. Keputusan yang sangat berani dan mngkin tidak semua orang dapat melakukannya, berhentisebaga dosen, seorang peneliti dan pengajar di universitas dengan segala kemegahan gedungnya.

Gustian banyak bicara soal negeri yang indah, tetapi dihuni oleh para bangsat; negeri yang kaya raya, tetapi dikangkangi oleh para koruptor; dan negeri yang setiap hari menyediakan segalanya menjadisangat murah. Engkau tahu bahwa setiap hari nyawa-nyawa terus melayang bergelimpangan di jalan raya atau terbenam di dalam selokan dengan kepala yang melayang lepas keangkasa. Setiap hari anak-anak kehilangan ibu mereka yang diterkam oleh anjing-anjing kota yang bengis. Atau, pada suatu ketika anak-anak itu sendiri menjad korban makanan empuk gerombolan anjing yang merenggut tas, sepatu, kaos kaki, buku gambar, topi, gelang, dan antingnya di sudut kota sehabis pulang dari sekolah. Gedung universitas yang megah, tetapi penghuninya adala para penyamun.

Di Meratus, aku adalah pembebasan, menelusuri jalan yang berjuta kilometer dari telapak kaki para kolonial yang pertama datang ke sini mengangkut habis rempah-rempah. Aroma kayu manis, gaharu, batu-batu, anggrek bulan, dan serangga yang tentu saja belum kau temukan dalam buku apapun, termasuk dalam hand book of biology dan aneka ragam hayati yang lewat begitu saja oleh mereka yang menyatakan diri sebagai guru besar biologi di unversitas. Mengapa Rafflesia Arnoldi ditemuka oleh Sir Thomas Stanford Reffles, padahal hutan tropika Telah menyimpannya sekian juta tahun yang lalu. Orang-orang selalu bicara tentang sesuatu yang tumbuh di hutan tropika dan misionaris juga bicara tentang orang-rang Meratus yang eksotik, mengenai sistem kepercayaan dan adat-adat apalagi Gadis Dayak. Ya, orang-orang hanya berbicara tak lebih hanya sebagai seorang turis yang melintas sementara, kemudian sesuadah itu pergi.

Di mangkiling, sebuah kamung yang berada di salah satu tebing Meratus, kehidupan burung, monyet, anggrek, beragam jenis kayu, rotan, dan sarang burung semakin gemetar da terpojok dari dekap sejarah hutan tropika ketika segerombilan anjing kota datang untuk segera melahapnya. Anjing-anjing kota itu tidak mau pedul dengan segala nasib dan pilu tangis, yang penting bagi anjing adalah makan dan melahap dengan buas segala pohon, batu-batu, emas, pasir kwarsa, dan Balai-balai.

***

Berita peihal Gustiana yang berhenti dari mengajar di universitas, akhirnya sampai juga ke daun-daun telinga pengajar yang lain, termasuk ketua jurusan, dekan, dan rektor. Pada mulanya banyak yang menyatakan sangsi, tak percaya aka berita aneh itu yang mereka anggap sebagai kabar burung dan sangat-sangat tidak mugkin. Ini dunia telah jungkir balik atau bagaimana, sebab ketika tiga juta orang menunggu giliran untuk mengikuti seleksi pegawai negeri di pemerintahan, Tiana bahkan menyatakan berhenti sebagai pegawai negeri.

Dua mingu setelah ia meletakkan jabatan sebagai seorang dosen, telepon berdering di rumahku. Minggu ketiga, puluhan ikat bunga berdatangan. Bahkan pada minggu ke empat dan seterusnya, bunga terus berdatangan dengan alamat dari segala penjuru. Aku tak megerti mengapa telepon dan ribuan kembang itu justru berdatangan ke rumahku. Padahal, kembang itu ditujukan kepada yang terhormat Ibu Gustiana. Pada setiap kali aku ingin menolak bunga-bunga, pengantar bunga bahkan marah dan menudingku tidak bertanggung jawab. “Kalau kau menolak bunga, maka aku akan laporkan ke polisi bahwa kau telah merusak sejarah bunga. Kau telah menolak Shakespiere yang berkata, ‘Katakanlah dengan bunga.’ Tidak ada dalam sejarah pengiriman bunga bahwa sekuntum kembang yang telah jelas alamat dan orang yang dituju akan ditolak oleh si penerimanya. Bunga yang dikirim oleh tukang kebun atau kembang yang diantar dalam pot hingga selamat sampa ketangan dan tujuan haruslah disyukuri.’ Pengantar bunga dan tukang kebun tampak geram dengan niatku.

Ketka aku bosan memandang bunga yang ribuan ikat itu, aku kemudian megunci rapat pagar rumah, menutup pintu dan pergi menjauh ke hutan Meratus. Tetapi, baru satu malam menikmati tidur lelap di Balai-balai, aku mendapat kabar dari ibuku yang memintaku segera pulang untuk mengurus bunga-bunga itu yang membanjiri ruang tamu. Kata ibu, ruang keluarga dan kamar-kamar tidur telah penuh sesak bertumpuk-tumpuk bunga. Bahkan, bunga-bunga telah berserakan hingga kamar mandi, tempat tidur anak hingga mencapai ruang baca di lantai dua. Karena pintu telah terkunci, rupa-rupanya bunga-bunga itu dimasukkan begitu saja oleh tukang kebun melalui jendela, lubang ventilasi, bahkan dimasukkan melalui salah satu atap rumah yang bocor. Ibuku jelas tak mau membuang bunga-bunga itu, sebab pada setiap bunga selalu ditulis tangan oleh pengirimnya “ucapan selamat”. Karena takut mengkhianati ibu dan baktiku padanya, aku segera pulang.

***

Menjelang penerimaan mahasiswa baru, rektor bersama senat universitas mengumumkan sesuatu yang memang amat pahit, universitas dinyatakan ditutup. Tetapi, ini harus dilakukan yang katanya sampai pada waktu yang tidak dapat ditentukan. Penutupan universitas dipandang sebagai langkah yang penting dengan mempertimbangkan bahwa mahasiswa tidak dapat belajar. Ini adalah pilihan paling dramatik sebab semua dosen tidak ada yang mau mengajar. Para dosen menyatakan berhenti dan memutuskan untuk mengambil pensiun dini. Dalam surat yang telah ditandatangani dan diantar langsung kepada rektor, seluruh pengajar menyatakan mundur dari jabatan sebagai dosen dan memilih mengikuti jejak Tiana. Delapan ratus dua puluh lima dosen universitas dengan berbagai disiplin ilmu menyatakan segera bergabung dengan Gustiana dan orang-orang Meratusnya. Ahli-ahli fisika, kimia, matematika, ekonomi, antropologi, sosiologi, politik, ahli hutan, tanah, ahli kelautan, perikanan, tekhnik mesin, ahli lingkungan, ahli penyakit dan hama, pertanian, ahli linguistic, dan ratusan dosen kedokteran menyatakan bergabung ke hutan tropika Meratus dan segera mendirikan Balai-balai yang membebaskan mereka untuk berpikir. Balai-balai yang membebaskan dosen itu dari belenggu pengetahuan yang selama ini adalah racun. Masuk akal kalau rektor menyatakan menutup universitas yang dia pimpin, sebab seluruh dosen dalam waktu yang bersamaan menyatakan berhenti mengajar.

***

Langit kelabu, hujan menyerbu Meratus. Tetapi, orang-orang Meratus menghabiskan waktu mereka di Balai-balai, membunyikan musik, gong, gendang, dan kenong. Gadis-gadis Dayak melenggak-lenggokkan tubuh mengiringi tabuhan kenong dan bernyanyi, merintih pilu dalam tari tradisional Balian. Desau hujan dan tempias menerjang jendela yang dikunci dengan rotan. Hujan seakan menyampaikan selamat datang kepada para dosen, selamat datang di Universitas Hutan Tropika Meratus. Orang-orang Meratus telah mempunyai sahabat seperti Gustiana, gadis Dayak yang kukenal, beserta delapan ratus dua puluh lima lainnya. Gadis-gadis Dayak merasa tak mau berhenti menari Balian, kecuali anjing-anjing kota yang maunya terus menerkam mencari mangsa.

Kuala Lumpur, 3 Januari 2005

Dari buku kumpulan cerpen Gadis Dayak, terbitan Pustaka Pelanduk 2006.

Ulasan Buku - 1

MENGEMBARA MENCARI TUHAN

Diterbitkan oleh Q-Press, tahun 2005
Warna sampul buku kuning coklat, tebal buku 652 halaman.

Diterjemahkan dari buku aslinya berbahasa Arab :
Qishshah al-Iman bain al-Falsafah wa al-‘Ilm wa al-Qur’an
Karya Syaikh Nadim al-Jisr

Sebuah Novel Religius Petualangan Intelektual dalam Menemukan Kebenaran
Ditulis berdasarkan cerita nyata perjalanan hidup seseorang dalam mencari Tuhan

Sejarah umat manusia sesungguhnya tidak pernah sunyi dan sepi dari orang-orang yang mengembara mencari Tuhan. Karena dorongan fitrah dalam dirinya, umat manusiapun melakukan pencarian demi pencarian Tuhan sejati. Bagi sebagian orang, agama memang memberikan jawaban. Akan tetapi, sejak ratusan atau bahkan ribuan tahun silam, dunia telah diramaikan para filosof yang terlibat seru dalam diskursus teologis (ihwal ketuhanan), ontologism (ihwal asal usul alam semesta) dan epistemologis (ihwal asal usul ilmu dan pengetahuan)

Buku berbentuk novel ini bertutur ihwal liku-liku perjalanan para filosof maupun ilmuan – di Timur (Al Ghazali, Ibnu Rusyd, Al Ma’arri, Ibn Miskawayh, Ibn Thufayl, Al Farabi, Ibn Sina, Ar Razi, Al Bayruni, Al Jahiz, Husayn Al-Jisr) maupun di Barat (Parmenides, Milissus, Heraclitus, Empedocles, Demokritus, Socrates, Aritoteles, Plato, Stoa, Epicuris,Immanuel Kant, Thomas Aquinas, Francis Bacon, Roger Bacon, Descartes, Pascal, Malebranche, Spinoza, Locke, Leibnitz, Hume, Henry Bergson, Charles Darwin, Lamarck, Cope, Agaciez, Ernest Haeckel, Herbert Spencer, Gladstone, Hudge, Dufield, Lee), di masa lalu maupun di zaman modern – dalam pengembaraan mereka mencari Tuhan. Sebagian besar dari mereka memang benar-benar menemukan “Tuhan”. Namun, sebagian lainnya tenggelam dalam “igauan” yang tak jelas ketika mencoba memaksakan diri untuk menjangkau esensi Tuhan. Mereka mengembara terlalu jauh dibelantara metafisika. Akibatnya tak sedikit dari mereka yang terjebak dalam perangkap skeptisisme dan bahkan ateisme vis-à-vis keimanan kepada Tuhan.

Pencarian Tuhan dengan melakukan peninjauan dari beragam ilmu pengetahuan, fisika, kimia, biologi, matematika, sosial, astrologi, astronomi, estitika dll

Esai dari ARAska

BULAN DI ATAS KUBURAN


Malam lebaran
Bulan di atas kuburan


Adalah puisi dari Opong Sitor Situmorang (dilahirkan di Harianboho, Tapanuli Utara, 2 Oktober 1924), diantara sekian banyak puisi beliau, puisi inilah yang telah sekian tahun hingga kini masih tetap melahirkan beragam penafsiran dari masyarakat sastra maupun masyarakat umum. Dari hasil pembicaraan dengan Opong beberapa waktu yang lalu di kantin TIM-Jkt (saat acara Pekan Presiden Penyair), terungkaplah latar penyebab lahirnya dan makna sebenarnya dari penulisnya sendiri terhadap puisi “Malam lebaran – Bulan di atas kuburan”.

Untuk puisi tersebut, kata Pak Micky Hidayat (Banjarmasin) berkata ; “Aku belum menemukan maksud penulisnya, karena sangat filsafat sekali, adanya kontradiksi fenomena alam. Pada malam lebaran bulan belum muncul, sedang dalam puisi tersebut bulan telah ada.”

Ketika aku bertanya dengan Bunda Diah Hadaning (Bogor) akan pengertian/ pemaknaan terhadap puisi tersebut sebelum mengetahui latar kejadian dari penulisannya, Bunda berkata: “Pada awalnya aku menangkap dalam puisi tersebut akan keheningan yang syahdu. Puisi itu sangat ekonomis kata, dengan kata yang ekonomis itu bisa dijabarkan menjadi sebuah cerpen ataupun novel.”

Bang Dimas Arika Mihardja (Jambi), melalui sms, berkata ; “Ada yang menafsirkan puisi itu, kebahagiaan di atas penderitaan, bahagia mengatasi derita. Sitor melihat kuburan di malam lebaran, di malam lebaran orang-orang bahagia lantaran bisa keluar dari derita sebulan, keindahan mengatasi penderitaan, dll.”

Bang Sindu Putra (NTB), dalam tulisannya antara lain berkata ; “Sebuah puisi sederhana yang maha rumit, konfleks dan mengundang multi tafsir. Sajak ini dapat diterjemahkan keadaannya, bagaimana seorang pada saat malam lebaran, di mana lebaran terjadi pada saat bulan mati sehingga langit gelap dan tanpa bulan sama sekali. Sajak ini mengingatkan untuk menyadari terus-menerus bulan yang ada di atas kepala itu merupakan sebuah kuburan bagi jiwa yang lelah, bagi tubuh yang lemah. Bulan, menjadi tempat hasrat mendongkakkan impian, merupakan kuburan untuk segala yang tanpa cahaya. Segala yang belum menemukan pencerahan. Pembaca dituntun untuk tidak mendongkak takabur, untuk hanya melihat keatas. Namun malam lebaran semestinya dijadikan momentum menundukkan diri, sujud tafakur, melihat bumi, tanah , melihat diri sendiri, dan kenyataan hidup yang riil, yang ada dibawah langit. Dengan pengertian yang sederhana, sajak ini mengajak untuk memaknai lebaran sebagaimana filosofinya sebagai kelahiran kembali, menjadi fitri.

Bang Irmansyah (Jkt), melalui sms, berkomentar; “Awalnya memang mustahil, bulan tak bakal ada : baru syawal pertama. Namun cahaya tak dapat di pisahkan begitu saja dari bulan.”

Sobat Rian (Purwokerto), melalui sms, berkata; “Sebuah puisi singkat tetapi panjang , membutuhkan perjalanan batin yang sangat luar biasa bagi penciptanya. Sitor memaknai malam suci sebagai malam puncak bagi seluruh ibadah dan sebagai awal kehidupan baru bagi manusia, seperti halnya kematian yang merupakan kehidupan baru di alam baru bagi manusia.”

Aku bertanya dengan Opong; “Sampai sekarang puisi Opong (malam lebaran – bulan diatas kuburan) selalu ditafsirkan secara beragam, terbanyak penafsirannya secara religi. Apa arti sebenarnya! dari Opong sendiri ?

Opong Sitor Situmorang tertawa, beliau menghentikan suapan-suapan dari semangkuk bakso yang ada dihadapannya. Abah Arsyad Indradi (Banjarbaru) menyela; “Selesaikanlah dulu santapan baksomu, baru bercerita.” Opong membantah; “Jangankau minta aku teruskan makan kalau aku mau bercerita-lah”. Setelah menyeka mulutnya dengan tisyu, Opong kembali berkata; “Aku juga heran dengan bermacam penafsiran orang terhadab puisiku itu, tetapi aku senang saja karena aku tidak ambil peduli, sebenarnya puisi itu terlahir pada saat aku pulang ke Indonesia dari negeri Belanda, saat itu malam lebaran, aku ingin mengunjungi seorang sahabat dan mampir kerumahnya, tetapi sahabat yang ingin kutemui itu tidak ada di rumah. Lalu aku kecewa dan pada perjalanan pulang aku lewat di depan sebuah kuburan belanda. Kemudian lahirlah puisi tersebut.

Astaga Opong, betapa sederhana pengertian puisinya. Hanya karena kecewa tidak bisa bertemu dengan teman lama. Terlepas dari semua itu, sebuah pemaknaan dan pengertian akan sebuah puisi atau sajak atau syair, kita kembalikan kepada pribadi masing-masing, tergantung dari pada latar pendidikan maupun sifat individu manusia. Tetapi hal yang paling parah dan harus dihindari adalah ketika memaknai sebuah puisi yang berlandaskan pada kedangkalan pemikiran atau kefanatikan akan sesuatu oleh individu atau kelompok tertentu, kemudian melahirkan tuduhan penyalahan dengan mengikut sertakan emosi yang meledak atau yang lebih ekstrim lagi hingga “pengkafiran”. Di balik kata-kata ada makna, dibalik kata-kata ada pengertian yang berbeda dari yang tersurat.

Bang Sutardji Calzoum Bachri, berkata; “Semakin beragam pemaknaan dan pengertian terhadap suatu puisi maka semakin kayalah puisi tersebut, bahkan salah pengetikan dalam sebuah karya puisi juga merupakan nilai tambah bagi pemaknaan puisi tersebut. Memang pada kenyataannya penyair yang serius selalu mengembarakan perasaannya feeling dzauqnya pada lembah lembah dasar dari duka suka kemanusiaan dan selalu konsentrasi pada penciptaan karya puisi…., Profesi penyair adalah menciptakan sajak, dan bukan mengerjakan sajak atau merealisasikan sendiri puisinya menjadi kenyataan. Tugas terakhir ini dibebankan pada pembacanya. Pada para pembacalah terjadi realisasi dari puisi itu berupa perasaan, empati, simpati dan sebagainya dan berikutnya realisasi psikologis ini berkembang menjadi realisasi kongkrit di dunia nyata berupa tindakan-tindakan yang terinspirasi dari sajak tersebut. Karena profesi para penyair cenderung tidak mengerjakan apa yang dikatakannya, maka ada ruang bagi penyair untuk cenderung bisa tergoda untuk bebas tidak memperdulikan pertanggung-jawaban terhadap karya-karyanya. Ruang bebas itulah yang diberi peringatan oleh Tuhan agar kebebasan yang dimiliki penyair selalu dikaitkan pada iman (kecuali para penyair yang beriman), yang pada hemat saya kalau ditafsirkan secara duniawi bisa berarti para penyair serius yang selalu melandaskan dirinya pada kebenaran dalam meningkatkan atau mengembalikan martabat manusia sebagai makhluk termulia di bumi. Dalam fungsinya sebagai karya yang ingin melandaskan dirinya pada kebenaran dan martabat manusia yang luhur itulah puisi menjadi penting. Penting dilihat dari sisi manusia sebagai individu. Puisi bisa meninggikan dan meluhurkan martabat manusia, dan penting dari sisi sosial puisi bisa menjadi inspirasi untuk menciptakan sejarah. Dilihat dari sisi kenyataan maupun secara teoritis puisi bisa menjadi unsur yang menciptakan sejarah, sebagaimana firman Tuhan menciptakan sejarah jagat raya.

(ARAska-2007)

Jumat, 10 April 2009

Prosa dari ARAska

MASA AKHIR SEBUAH PRODUKTIVITAS
MENGALI HAKIKAT TAWADHU

Chairil pun Mengalaminya

Ketika seorang konseptor,
telah mengabaikan kemampuan konsepnya,
yang terlupakan.
Ketika sang sastrawan,
telah ditinggalkan kreatifitasnya,
yang terlewati dalam perjalanan.
Ketika sang seniman,
telah melewati kebutuhan seninya,
yang telah lalu dalam kehidupan.
Ketika sang pujangga,
telah terkubur bersama kebuntuan.


Kenyataan diatas sesuatu yang akan ditemui oleh setiap individu manusia. Batas akhir dari sebuah produktivitas, puncak akhir dari suatu perjalanan karier.
Seperti itu pulalah kontrak kehidupan yang harus diemban oleh manusia, ketika mereka telah mencapai klimaks dari perjalanan hidupnya. Semua yang ada didirinya akan menghilang satu persatu. Kemampuan yang semakin menurun, kecantikan dan kegagahan yang semakin memudar, harta yang makin terkikis. Nama yang harum pun dalam perjalan waktu kan kian terlupakan dari benak manusia yang lain.

Waktu merangkak pasti,
Dari pagi mencapai puncak siang,
Pelan dan pasti,
Menemui senja.
Senja kan mengejar cemerlang rembulan,
Hingga mentari usir dia dari singgasananya.

Adakah kuntum bunga yang kan terus mewangi,
Ia kan ditelan oleh napas waktu.
Adakah kemegahan yang kan terus abadi,
Ia kan tenggelam bersama bumi.


Itulah aturan hidup yang harus dijalani manusia. Sebelum terlambat, haruslah kita sadari. Kita adalah hamba – bukan Tuhan. Kita tiada abadi. Entaskan kesombongan sebelum menjadi penyesalan, menyadari keterbatasan diri. Jangan menjadi iblis yang tiada pudar keangkuhannya walau menjadi makhluk terkutuk yang terusir dari kejayaannya.

Ketika kita kehilangan kemampuan dan kreatifitas, usahlah mengungkapkan beribu alasan – menyalahkan apa yang bisa disalahkan. Hanya untuk menghindari tuntutan, hanya untuk mengatakan ke aku an. Yang hanya akan menyemai keingkaran. Hanya satu alasan yang pasti “inilah diriku, aku adalah hamba”.

Dalam dunia sastrawan dapat pula hal tersebut kita lihat, seperti pada diri “Chairil Anwar”. Ketika dia telah menemui masa akhir dari produktivitasnya. Kita dapat membaca sajak Chairil yang dijadikan penutup, yang oleh Takdir Ali Sjahbana diterbitkan dalam antologi yang berjudul “Yang Terampas dan Yang Putus”, oleh Takdir Ali Sjahbana diubah judulnya itu. Judul aslinya ialah “Yang Terampas dan Yang Luput”. Waktu menulis sajak itu, Chairil sudah pada kondisi yang secara produktifitas hampir habis. Dan dia sadar dengan keadaannya itu. Sama seperti penyair Elshott, yang hanya menerbitkan satu kumpulan saja. Sesudah itu ia tidak pernah menulis sajak lagi, karena dia merasa tidak mempunyai kebutuhan untuk menulis sajak kembali. Dan Chairil pada waktu itu berada dalam kondisi yang demikian. Ia mendekati saat-saat penghabisan dan tidak lagi melihat titik terang kedepan. Sehingga waktu itu Rivai Apin mengatakan : “Sudahlah Chairil, kamu mengalah”. Dan sesudah itulah Chairil menulis sajak yang terakhir tersebut. Ia sempat marah mendengarkan omongan orang, bahwa Chairil sudah tidak menulis sajak lagi. Dan kemarahannya itu sering ia tumpahkan dalam bentuk sikap liar dalam menjalani kehidupan.

Untuk itu kita terima kenyataan
sebuah proses alam
proses takdir makhluk,
Menembus batas
makna kehidupan
dalam proses
hakekat Tasawuf – Tawadhu.

(ARAska-Sekumpul-Martapura-Kalsel, Mei 2003)

Naskah Teater Improv dari ARAska

Skrip

SKETSA KITA REALITA KEBANGKITAN NASIONAL

Naskah adaftasi situasi Indonesia oleh ARAska
Dimainkan oleh adik-adik binaan di SMPN 15 Banjarmasin dan SMPN 4 Banjarbaru


Sinopsis:
Sekian puluh tahun telah berlalu, dari semenjak kemerdekaan, perubahan nasih belum seperti yang diharapkan.

Babak I

Setting : Bangku (ruang keluarga)
Pemain :
Ibu; karakter: sudah sangat tua, pakaian sangat sederhana,
Kakak; karakter: pemalu, rajin, polos dan pantang menyerah, pakaian sangat sederhana
Adik; karakter: agak terbelakang, pakai dot bayi, rajin membantu

Musik latar : orang pinggiran (frangky)

Sinopsis:
Diantara keadaan himpitan ekonomi, diantara orang-orang pinggiran, orang-orang kecil yang berjuang untuk hidupnya, untuk pendidikannya.

Alur:
Ibu keluar dari kamar, dituntun adik, lalu duduk di kursi, sambil menjahit baju. Wajahnya menunjukkan keprihatinan dan beratnya beban hidup yang dihadapinya. Adik bermain di samping ibu.

Kakak datang dari pulang sekolah lalu mengucap salam, adik menyambutnya dengan gembira.
Kakak bersalaman dengan ibu.
Ibu diam sesaat menatap kakak sambil menarik nafas dalam-dalam dengan prihatin, lalu berkata :

Ibu: nak, aku sudah kada kawa lagi mambiayai ikam sakulah, gasan makan haja kita ngalih, haraga-haraga makin balarang, gawian mama bajajahit kaini haja, abah ikam sudah kadada lagi, ading ikam nang kaya ngini pulang.
(batuk-batuk, sambil membelai rambut adik)

Kakak: ma, pian kada usah talalu mamikirakan ulun, ulun bisa haja mancari duit saurang, gasan bayar sakulah. Ayu ma kita kadalam, pian istirahat ja dulu, kaina batukannya batambah, biar ulun nang manuntungakan gawian.
(berdiri menuntun ibu, kekamar)

***

Babak II

Setting : panggung
Pemain :
Kakak; karakter: pemalu, rajin dan pantang menyerah, pakaian sangat sederhana
Adik; karakter: agak terbelakang, pakai dot bayi, rajin membantu
Teman-teman sekolah; karakter: anak orang berada, pakaian rapi dan modis, sok gengsi, ceriwis, suka mengolok-olok, pakai bahasa gaul campur bahasa banjar.
Ibu guru honorer: baik hati, sangat sederhana.

Musik latar : orang pinggiran (frangky)

Sinopsis:
Berharap hari ini memperoleh rejeki untuk biaya sekolah, walau esok masih belum pasti, tetapi ejekanlah yang ditemui. Diejek oleh anak-anak yang terimbas moderenisasi, yang terbiasa dengan kehidupan yang berlebih. Dan guru-guru pengajar yang masih banyak menatap hari yang tidak peduli. Pembangunan masih menyingkirkan mereka dari panggung harapan kehidupan layak.

Alur:
Kakak berkeliling sedang berjualan kue, ditemani adiknya. Lalu bertemu dengan teman-teman sekolah, yang lalu mengejeknya.
Teman 1: ih, siapa tu, rasanya aku pinandu
Teman 2 : ai, amun kada salah itu si aluh, nang bajunya kada suah bagusuk dikalas.
Teman 3 : iya ai, si aluh, jih sakalinya bajualan wadai.
Teman 1: astaga, adingnya, lucunya, nang kaya urang babungulan.

……………………………………improv………………………………………

Kakak malu bertemu dengan teman sekolahnya, berjalan cepat sambil menunduk, sambil menarik tangan adiknya. Setelah melewati adiknya, ia menabrak ibu guru, yang berjalan sambil membaca buku. Teman-teman, yang melihat ada ibu disitu, lalu langsung ngacir.
Kue jualan kakak berantakan, ibu guru menatap heran, kemudian membantu mengumpulkan kue yang berantakan.

Ibu guru : ai, kanapa ikam nak. Mun kada salah ikam si aluh kalu. Umai, bajualan wadai kah ikam.
Kakak: inggih bu, ma’af ulun kada malihat pian, jadi taranjah, ulun bajualan gasan bayar sakula. Mama ulun kada kawa lagi mambiayai ulun, sidin sudah tuha, gagaringan pulang.
Ibu guru : ini adding ikamkah, kasiannya inya.
Kakak: inggih, ini adding ulun, kaini pang inya.
Ibu guru : abah ikam pang mana?
Kakak : abah ulun sudah maninggal.
Ibu guru ; umai, kasiannya ikam, jaka kawa aku mambantu ikam, tapi nang ngaran guru honorer ni gasan saurang gin bibiya mayu. Ayu ja, ibu maantar ikam bulik barang.

Ibu guru berjalan, mengantar kakak dan adik pulang kerumah.

***

Babak III

Setting : panggung, botol-botol minuman, obat-obatan, suntikan
Pemain :
Bos preman; berjaket hitam, kaos hitam, pakai dasi, pakai celana levis bolong-bolong, pakai sandal jepit
Anak buah preman; pakai kaos singlet, celana besar, pakai sandal jepit.
Pelajar SMP ; pakaian sekolah, mudah tergoda.
Pelajar SMU 1: pakaian sekolah, mudah tergoda.
Pelajar SMU 2: pakaian sekolah, mudah tergoda.

Musik latar : preman (ikang fauzi), slak, lagu tobat

Sinopsis:
Zaman memang sudah semakin edan, bagaimana negeri ini bisa maju, kalau generasinya, yang ditahu cuma pesta pora ngedrank. Kalau ditanya alasannya, ga ngedrak ga gaul, bukankah bapak-bapak pejabat kita, kadang-kadang juga kepergok lagi asik seperti itu, itulah kata berita di media massa.
Masuk penjara, itu bukan solusi, dalam penjara mereka malah lebih bebas menikmati barang-barang terlarang. Keluar dari penjara, ya kumat lagi.
Mungkin hanya kematian yang bisa menyadarkan mereka.

Alur:
Bos preman berjalan sempoyongan, bersama anak buahnya, sambil meracau ngomong ngalur ngidul. Lalu duduk, sambil mengeluarkan barang-barang haram yang dibawanya.

Bos preman : kita nongkrong disini aja dah, biar lebih asik.
Anak buah ; ok, bos….

……………………..improv………………………………………………………

Tak lama kemudian lewat, anak SMP yang baru pulang sekolah.

Bos preman : oi, mau kemana lu, di sini aja gabung ama kita, sambil lu cobain barang-barang kita. Mumpung gua kasih gratis.
Anak buah : iya, lu disini aja, mumpung bos lagi baik hati.
Pelajar SMP : tapi bos, aku mesti cepat pulang kerumah, nanti dicari ( dengan wajah agak gugup)
Anak buah : alah, ngapain lo, cepat pulang kerumah, lu kalau ga mau gabung, benjol lo

Anak SMP pun akhirnya ikut ngedrak, begitu pula yang terjadi dengan anak SMU yang baru pulang sekolah.

Dst……………………………………………. Improv ………………………..

***

Babak IV

Setting : panggung , alat-alat demonstrasi
Pemain :
Ketua DLM
Ketua BEM
Ketua Panitia OSPEK
Seksi Hukuman
Mahasiswa-mahasiswa baru

Musik latar : lagu slank

Sinopsis:
Mahasiswa dengan kegiatan Orientasi Pengenalan Kampusnya, berusaha menanamkan disiplin kepada mahasiswa dan mahasiswi baru, agar mereka bisa menjadi orang yang kritis dan berpikiran maju, serta bisa menghadapi perubahan Zaman. Tidak lagi menjadi anak-anak manja yang cuma bisa minta uang sama orang tua mereka sendiri.
Situasi yang diselingi dengan canda, dan terkadang dengan hukuman.

Alur:
Situasi penerimaan mahasiswa baru

Seksi Hukuman : ayo cepat, semua mahasiswa baru, cepat berkumpul.

(semua mahasiswa waru dengan tergesa-gesa datang berkumpul.

Seksi Hukuman : kalian ini, sudah datang terlambat, cengengesan lagi, semuanya sekotjam.

Mahasiswa baru : berapa kali ka?
Seksi Hukuman : berapa kali kamu sanggup?
Mahasiswa baru : satu kali ka!
Seksi Hukuman : bagus, sekarang semuanya, sekotjam, 1x10, kerjakan!

(semua mahasiswa baru sekotjam dengan menggerutu)

Seksi Hukuman : cukup, sekarang baris yang rapi, perhatian seluruhnya, siap grak, setengah lencang kanan grak!

………………………………………………………………………

Seksi Hukuman : ya, sekarang ketua panitia ospek, akan menjelaskan tentang keadaan, dan fakultas-fakultas yang ada di Universitas luar biasa ini. Dengarkan baik-baik.
Ketua Panitia OSPEK : di kampus ini ada banyak fakultas, antara lain: fakultas ekonomi, fakultas administrasi, fakultas kehutanan, fakultas pertanian, fakultas keguruan dan lain-lain. Dan disini juga ada banyak organisasi-organisasi mahasiswa: ada organisasi himpunan mahasiswa jurusan, ada organisasi pecinta alam, ada organisasi Badan eksekutif mahasiswa yang sama dengan presiden dan mentrinya, ada organisasi Dewan legislativ mahasiswa yang sama dengan DPR dan MPR. Serta masih banyak organisasi yang lain.
Mahasiswa baru 1 : ka, saya mau Tanya ?
Ketua Panitia OSPEK : ya, silahkan !
Seksi Hukuman : tunggu ketua, hei kamu kalo Tanya angkat tangannya jangan angkat jidat, lalu sebutkan namanya, dasar tidak tahu diri, skotjam sepuluh kali.
Mahasiswa baru 1 : kena lagi dah aku!
(sekotjam sambil menggerutu)
Seksi Hukuman : sekarang ajukan pertanyaannya, ingat angkat tangan dan sebut namanya!
Mahasiswa baru 1 : saya mau nanya, nama saya diang katinting, saya dari dari SMU jurusan bahasa, menurut kaka, fakultas apa yang sesuai dengan saya ?
Ketua Panitia OSPEK : kalau begitu kamu masuk kefakultas keguruan saja.
Mahasiswa baru 1: saya mau nanya lagi, nama saya diang katinting, kalau sudah lulus difakultas itu, saya jadi apa ka?
Seksi Hukuman : ya jadi guru, bego!

Dst……………………………………………. Improv ………………………..

Ketua Panitia OSPEK : baiklah, sekarang kalian dengarkan penjelasan dari ketua BEM dan DLM!
Ketua BEM : selamat siang adik-adik mahasiswa baru!
Mahasiswa baru : selamat siang ka!
Ketua BEM : kita semua harus prihatin, dengan keadaan negeri ini, BBM makin naik, biaya pendidikan makin mahal, kita harus tunjukkan kepedulian kita kepada situasi ini.
Mahasiswa baru 2: bagaimana caranya ka!
Seksi Hukuman : ini lagi, sudah dibilangin dari tadi, kalau Tanya angkat tangan, lalu sebut nama, skotjam 10x!
Mahasiswa baru 2: maaf ka, lupa!
(sambil sekotjam)
Ketua DLM : caranya, kita harus turun kejalan, demonstrasi!

Dst……………………………………………. Improv ………………………..

***

Babak V

Setting : panggung
Pemain :
Ketua DLM
Ketua BEN
Ketua Panitia OSPEK
Seksi Hukuman
Mahasiswa-mahasiswa baru

Musik latar : lagu slank

Sinopsis:
Kepedulian mahasiswa, untuk mengeritik keadaan, menyuarakan apa saja yang mereka anggap tidak adil, karena pemerintah cuma bisa menetapkan peraturan yang tidak berpihak pada rakyat kecil. Peraturan yang ditetapkan dalam keadaan perut kenyang, duduk diatas kursi yang empuk didalam ruang ber AC, tidur di hotel mewah, gajih dan tunjangan yang besar, dan kalau ada kesempatan korupsi pun dijalankan.
Bagaimana bisa dikatakan adil untuk rakyat kecil yang untuk makan satu hari saja, mereka belum pasti.
Keadaan sendiri jelas terlihat, busung lapar, anak-anak yang tidak mampu sekolah, pengangguran, hukum yang masih berpihak. Ditambah dengan biaya hidup yang semakin tinggi, maka jadilah yang kaya makin mewah, yang miskin makin sekarat.
Kepedulian mahasiswa, mereka turun kejalan, walau mungkin kematian menghadang.

Alur:
Demonstrasi berkeliling

Dst……………………………………………. Improv ………………………..

TAMAT