Kaum sufi adalah hidup berhadapan dengan alam yang sangat luas, tanpa batas, hidup di alam dimana segala sesuatu bertasbih, bagaikan burung bertasbih di langit lepas. Segala wujud ini di mata kaum sufi adalah roh, cahaya dan kecemerlangan. Demikian juga segala bentuk makhluk hidup merupakan majhar dari roh yang maha Agung, merupakan pancaran dari cahaya dan kilatan dari cahaya. Segala yang ada (wujud) merupakan keindahan yang dapat menyinari perasaan dan keindahan ini tidak akan dapat ditangkap kecuali oleh hati yang penuh dengan kekaguman dan kecintaan terhadap kecintaan terhadap ciptaaan-Nya.
Berangkat dari titik ini, cinta dan lagu-lagu (syair) atau nyanyian sufi tentang cinta kepada kekasih-Nya merupakan tujuan utama. Menurut kaum sufi: tanpa rasa, tidak ada ma’nanya, bila hidup ini kosong dari cinta sufi, cinta demi yang dicintai. Cinta, sedih, kebingungan, kehausan, lupa diri, penolakan dan hilangnya dari wujud ini, merupakan lautan tempat berenang kaum sufi dan umur mereka pupus di antara celah-celah ma’na di atas. Mereka makan dan minum dari-Nya. Kita tidak mungkin dapat menghitung dan membatasi lapazh dan ma’na yang terkandung di dalam hati para Asyqin (para perindu Allah) dan segala keinginan mereka.
Seringkali kita dengar bahwa para sufi tergolong para penyair cinta dalam segala versinya. Al Adab As Sufi adalah adab
Adakalanya di awal perjalanan seorang salik, ia berbicara tentang sastra “primadona” akan tetapi pembicaraan tentang primadona ini sama sekali tidak kekal, karena sastra sufi adalah sastra lepas, tidak terbatas atas apa yang digariskan oleh sastrawan-sastrawan dalam konotasi sebuah lapazh atau susunannya. Sebagaimana seseorang hidup lepas daripada alam dimana umumnya orang hidup, begitu juga didalam bidang sastra, ia lepas dari apa yang disifati oleh orang lain, serta mereka kaum sufi akan memiliki jalan yang mereka sukai, mereka akan berdomisili bersama dengan persepsi yang mereka yakini.
Dengan ini dapat dikatakan bahwa sastra sufi adalah sastra tertutup. Menurut Al Khafif “Ungkapan-ungkapan kaum sufi keluar dari konotasi jiwa yang fana, justru itu kebanyakan ungkapan itu keluar dari perasaan tidak sadar, sehingga sifat yang ditampilkan oleh kaum sufi kebanyakan irrasional.”
Disisi lain apa yang menjadi isi pikiran kaum sufi, ketika mereka mengungkapkan apa yang mereka ungkapkan tidak sejalan dengan apa yang menjadi pemikiran manusia, dan tidak juga sejalan dengan persepsi manusia kebanyakan (selain sufi). Tidak pernah terbetik dalam dirinya, bahwa ungkapan yang dikeluarkan oleh kaum sufi diperuntukkan bagi seseorang, sebab ungkapan yang mereka keluarkan itu merupakan ungkapan hati ketika ia menyaksikan apa yang mereka saksikan dalam alam kesaksian, alam kerinduan dan alam gelora hati.
Sehingga apa yang terdapat didalam kesaksian hatinya keluar melalui lisan mereka atau tulisan mereka, yang sulit dipahami oleh umumnya manusia. Sesungguhnya kaum sufi berpikir dengan suara yang tinggi – seperti yang mereka katakan, sehingga mereka tidak dapat menyimpan rahasia-rahasia atau goresan hatinya ketika menyaksikan alam kesaksian. Seorang sufi tidak terbatas didalam ungkapan itu dengan batasan-batasan lapazh. Seorang sufi dengan ungkapan dapat menembus ungkapan-ungkapan manusia kebanyakan, sehinga ungkapan-ungkapan yang mereka tampilkan hanya dapat dipahami oleh sesama kaum sufi, dalam bentuk kata-kata kerinduan, kesksian dan segala bentuk yang dilihatnya dengan mata hati mereka.
Al Khatif di dalam membela sastra sufi, mengatakan “Sesungguhnya sastra sufi adalah sastra hidup dalam segala bentuknya, sastra sufi merupakan curahan dan kesadaran-kesadaran, penuh dengan kejujuran serta keikhlasan di mana mereka sama sekali jauh daripada pujian orang.
Sastra sufi di dalam kesusastraan arab merupakan gambaran yang benar di dalam mempersepsikan manusia dan kemanusiaan melalui percobaan dari berbagai percobaan kehidupan dengan segala bentuk lingkungan dan sisi kehidupan itu sendiri. Sastra sufi dengan segala bentuknya menta’birkan kebenaran apa yang tersirat di dalam hatinya, tidak dapat diimbangi oleh sastrawan-sastrawan lainnya (selain sufi).”
Kaum sufi di dalam mengenali jiwa manusia, di dalam mendefinisikan berbagai lafazh, menentukan berbagai kondisi yang dialaminya dan menjelaskan beberapa aktifitas pikiran merupakan hal yang benar-benar nyata dan akurat.
(Ikhtisar-2 dari buku Al’ilmu An-Nafsi Ash-Shufiyah, oleh Dr.Amin An-Najar, terbitan Dar El Ma’arif, Kairo)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar